Selasa, 04 Oktober 2011

KH. HASBIYALLAH


K.H. HASBIYALLAH

Dalam perburuan ilmunya di Makkah K.H. Hasbiyallah, yang diperkirakan lahir pada tahun 1913, berguru kepada tokoh-tokoh ulama-ulama besar besar Indonesia seangkatannya. Diantara guru-gurunya itu adalah Syaikh Muhammad Ali Al-Maliki, Sayyid ‘Alwi bin ‘Abbas Al-Maliki, Syaikh Muhammad Habibullah As-Sanqiti, Syaikh Muhammad Amin Kutbi, Syaikh Hasan Al-Masysyath, Syaikh Umar Hamdan, Syaikh ‘Ali Al-Yamani, Syaikh Zakariya Bila, Syaikh Ahmad Fathoni, Syaikh Umar At-Turki.

Sedangkan guru-gurunya di tanah air adalah K.H. Anwar, yang termasyhur dengan sebutan Mua’allim H. Gayar (ayahandanya sendiri), Guru Marzuki bin Mirshod Cipinang Muara, Guru Muhammad Thohir Cipinang Muara (menantu Guru Marzuki), K.H. Kholid Gondangdia, K.H. Abdul Majid Pekojan, Guru Babah, K.H. Abbas (Buntet, Cirebon), Habib Ali Al-Habsyi Kwitang, dan Habib Ali Al-Attas Bungur.

Sejek kecil K.H. Hasbiyallah dididik oleh ayahandanya sendiri, Muallim H. Gayar, yang selain seorang pedagang juga ulama terkemuka. Mulai dari membaca Al-qur’an sampai ilmu-ilmu lain, diantaranya memperdalam ilmu tauhid, fiqih, tafsir, hadist, nahwu, sharaf, balaghah, manthiq, dan sebagainya.

Namun karena kesibukan ayahnya sebagai pedagang, Hasbiyallah kecil dititipkan kepada teman karibnya, seorang ulama besar, Guru Marzuki bin Mirshod. Guru Gayar berkata kepada temannya itu dihadapan temannya yang lain, Guru Said, “Gua ama Said banyakan ngurusin dagang, ngajarnya kagak kaya elu. Elu aja yang jadi ulama. Kalo kita jadi ulama bertiga, entar kita pada berebutan berkat.”

Sebenarnya, ketiga guru itu terkenal dengan kealimannya masing-masing. Itu terlihat dari jumlah santri mereka pada zaman berikutnya menjadi ulama-ulama besar.

Mualim H. Gayar dan Guru Marzuki bin Mirshod belajar kepada Sayyid Ustman Banahsan (Habib Ustman Muda) dan Habib Ustman bin Abdillah bin ‘Aqil Bin Yahya Al-Alawi, yang termashur sebagai mufti Betawi dan memilki banyak karya dan sebagiannya selama puluhan tahun (bahkan lebih dari seratus tahun) hingga sekarang menjadi pegangan para penganut ilmu dan ulama.

Selama belajar dengan Guru Marzuki, Hasbiyallah muda banyak mendapat kesempatan bergaul dengan santri-santri lainnya dari Jakarta dan sekitarnya yang kemudian menjadi tokoh ulama yang disegani. Di antaranya, K.H. Mukhtar Tahbrani (Pendiri Ponpes An-Nur, Kaliabang Nangka, Bekasi), K.H. Noer Ali (Pendiri Ponpes At-Taqwa, Ujung Harapan, Bekasi), K.H. Mughni (mertua K.H. Noe Ali), K.H. Abdullah Syafi’I (pendiri Perguruan Asy-Syafi’iyah, Bali Matraman), K.H. Syarkaman Lenteng Agung, K.H. Rohaimin Gabus Pabrik, K.H. Abdul Hadi (pendiri Ponpes Cipinang Kebembem), K.H. Abu Bakar (Tambun), K.H. Abdul Hamid (Bekasi), K.H. A. Zayadi Muhajir (pendiri Ponpes Az-Ziyadah, Klender), K.H. Ahmad (Pangkalan Jati), K.H. Mukhtar (Pondok Bambu), K.H. Abdur Rohman Shodri (Bekasi), K.H. A. Mursyidi (Klender), K.H. Muhammad Nur Bungur Seroja, K.H. Jurjani Bungur, K.H. Thohir Rohili (pendiri Ponpes Athtahiriyah), K.H. Mualim Sodri Pisangan, Guru Abdurrahman Pulo Kambing.

Pada tahun 1934, ketika Hasbiyallah sedang giat-giatnya memperdalam ilmu agama. Allah memanggil sang guru ke haribaan-Nya. Namun semangat belajarnya tak pernah padam, hingga ia melanjutkan pelajatannya ke Pondok Pesantren Buntet Cirebon, yang diasuh seorang kyai besar kharismatik, K.H. Abbas Buntet.

K.H. Hasbiyallah, ulama yang dikenal luas akan kedalaman ilmunya, yang juga pendiri Lembaga Pendidikan Islam Al-Wathoniyah, Klender, wafat pada tahun 1982.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar